Beranda | Artikel
Bagaimana Sikap Kita Jika Terjadi Perbedaan Hari Raya Kaum Muslimin?
Kamis, 14 Januari 2010

[Fatwa- Perbedaan Penentuan Hari Raya Hendaknya Dikembalikan pada Keputusan Pemerintah]

Fatawa no. 388

Pertanyaan:

Bagaimana menurut Islam mengenai perbedaan kaum muslimin dalam berhari raya Idul Fitri dan Idul Adha? Mengingat jika salah dalam menentukan hal ini, kita akan berpuasa pada hari yang terlarang (yaitu hari ‘ied) atau akan berhari raya pada hari yang sebenarnya wajib untuk berpuasa. Kami mengharapkan jawaban yang memuaskan mengenai masalah yang krusial ini sehingga bisa jadi hujah (argumen) bagi kami di hadapan Allah. Apabila dalam penentuan hari raya atau puasa ini terdapat perselisihan, ini bisa terjadi ada perbedaan dua sampai tiga hari. Jika agama Islam ini ingin menyelesaikan perselisihan ini, apa jalan keluar yang tepat untuk menyatukan hari raya kaum muslimin?

Jawaban:

Para ulama telah sepakat bahwa terbitnya hilal di setiap tempat itu bisa berbeda-beda dan hal ini dapat diketahui dengan pasti secara inderawi dan logika. Akan tetapi, para ulama berselisih pendapat mengenai teranggapnya atau tidak hilal di tempat lain dalam menentukan awal dan akhir Ramadhan. Dalam masalah ini ada dua pendapat. Pendapat pertama adalah yang menyatakan teranggapnya hilal di tempat lain dalam penentuan awal dan akhir Ramadhan walaupun berbeda matholi’ (wilayah terbitnya hilal). Pendapat kedua adalah yang menyatakan tidak teranggapnya hilal di tempat lain. Masing-masing dari dua kubu ini memiliki dalil dari Al Kitab, As Sunnah dan Qiyas. Dan terkadang dalil yang digunakan oleh kedua kubu adalah dalil yang sama. Sebagaimana mereka sama-sama berdalil dengan firman Allah,

فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ

Karena itu, barangsiapa di antara kamu menyaksikan bulan (di negeri tempat tinggalnya), maka hendaklah ia berpuasa pada bulan tersebut.” (Qs. Al Baqarah [2]: 185)

Begitu juga firman Allah:

يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْأَهِلَّةِ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ

Mereka bertanya kepadamu tentang hilal (bulan sabit). Katakanlah: “Hilal (bulan sabit) itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji.” (Qs. Al Baqarah [2]: 189)

Mereka juga sama-sama berdalil dengan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ ، وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ

Berpuasalah karena melihat hilal, begitu pula berhari rayalah karena melihatnya.” (HR. Bukhari)

Perbedaan pendapat menjadi dua kubu semacam ini sebenarnya terjadi karena adanya perbedaan dalam memahami dalil. Kesimpulannya bahwa dalam masalah ini masih ada kelapangan untuk berijtihad. Oleh karena itu, para pakar fikih terus berselisih pendapat dalam masalah ini dari dahulu hingga saat ini.

Tidak mengapa jika penduduk suatu negeri yang tidak melihat hilal pada malam ke-30, mereka mengambil ru’yah negeri yang berbeda matholi’ (beda wilayah terbitnya hilal). Namun, jika di negeri tersebut terjadi perselisihan pendapat, maka hendaklah dikembalikan pada keputusan penguasa muslim di negeri tersebut. Jika penguasa tersebut memilih suatu pendapat, hilanglah perselisihan yang ada dan setiap muslim di negeri tersebut wajib mengikuti pendapatnya. Namun, jika penguasa di negeri tersebut bukanlah muslim, hendaklah dia mengambil pendapat majelis ulama di negeri tersebut. Hal ini semua dilakukan dalam rangka menyatukan kaum muslimin dalam berpuasa Ramadhan dan melaksanakan shalat ‘ied.

Semoga Allah memberi kita taufik. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Al Lajnah Ad Da’imah Lil Buhuts Al ‘Ilmiyah wal Ifta’

Anggota: Abdullah bin Mani’
Wakil Ketua: Abdullah bin Ghodyan
Ketua: Abdur Rozaq ‘Afifi

Itulah beberapa fatwa mengenai bagaimana sebaiknya kita berhari raya. Kesimpulan dari penjelasan di atas:

  1. Penentuan hari raya bukanlah urusan pribadi atau kelompok, sehingga keputusan mengenai hal ini dikembalikan kepada pemerintah dan jamaah kaum muslimin.
  2. Kita diperintahkan untuk melaksanakan puasa dan hari raya bersama dengan pemerintah dan jamaah kaum muslimin sehingga syi’ar Islam ini tampak dan tidak tampak perpecahan di tengah-tengah umat.
  3. Penentuan hari raya tidaklah tepat menggunakan ilmu hisab karena kita diperintahkan untuk menentukan awal bulan qomariyah dengan ru’yah.
  4. Hendaklah semua orang memahami bahwa masalah penentuan hari raya adalah masalah yang sudah terdapat perselisihan sejak dahulu di kalangan ulama, maka hendaklah perselisihan ini tidak memecah belah kaum muslimin. Hendaklah semuanya memahami bahwa penyatuan kalimat dan barisan adalah prinsip penting dalam agama ini.

15 Ramadhan 1429 H

Muhammad Abduh Tuasikal
Yang menginginkan umat ini bersatu di atas kebenaran

***

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Muroja’ah: Ustadz Aris Munandar
Artikel www.muslim.or.id

🔍 Istawu Istaqimu Wa`tadilu, Kisah Nyata Meninggal Khusnul Khotimah, Doa Solat Istiqarah, Posisi Imam Dan Makmum Dalam Shalat Berjamaah, Dalil Mandi Wajib, Arti Berdenging Telinga Kanan

 

Flashdisk Video Cara Shalat dan Bacaan Shalat

KLIK GAMBAR UNTUK MEMBELI FLASHDISK VIDEO CARA SHOLAT, ATAU HUBUNGI: +62813 26 3333 28


Artikel asli: https://konsultasisyariah.com/1462-bagaimana-sikap-kita-jika-terjadi-perbedaan-hari-raya-kaum-muslimin.html